Sabtu, 13 September 2014

tinjauan sosiologi hukum islam terhadap praktik ngelimolasi antara petani tembakau dengan tengkulak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat, dan kita semua mengetahui betapa susah dan pahitnya hidup di tengah-tengah negara yang sedang dilanda krisis, di antaranya adalah krisis moral, keyakinan dan yang tidak kalah pentingnya adalah krisis ekonomi. Setiap individu berharap serta berangan-angan, bagaimana bisa hidup berkecukupan dan tidak kekurangan dari hal-hal yang dibutuhkan. Hal ini merupakan harapan yang sangat mustahil bisa tercapai. Karena pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan orang lain dan ini tidak dapat dipungkiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut sangatlah beragam bentuknya, baik primer, sekunder, maupun tersier, untuk memperoleh semua itu manusia perlu bekerjasama dan saling membantu agar semua terpenuhi. Sudah seharusnya orang kaya membantu orang miskin dan orang yang mampu menolong orang yang tidak mampu. Islam mengatur hubungan yang kuat antara akhlak, akidah, ibadah, dan muamalat. Aspek muamalat merupakan aturan main bagi manusia dalam menjalankan kehidupan sosial, sekaligus merupakan dasar untuk membangun sistem perekonomian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam hal bermuamalat, ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan, di antaranya adalah memberikan pinjaman atau hutang-piutang, sedekah ataupun zakat, di mana dalam pelaksanaannya telah diatur oleh hukum Islam. Kegiatan ekonomi yang merugikan orang lain, secara tegas dilarang oleh agama. Al-Qur’an dengan tegas mengungkapkan larangan praktik riba, karena dalam riba terdapat unsur pemerasan (eksploitasi) yang sangat kejam. Dan dapat menyengsarakan orang lain. Sebagaimana firman allah SWT dalam surat Ali ‘Imran (3):130. ياايهاالذ ين أمنوالاتأكلوا الربوا أضعا فامضعفة. واتقوا الله لعلكم تفلحون Jadi, selama seseorang memeluk suatu agama apapun itu, pasti ada landasan teologis-religius untuk meninggalkan praktik riba. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak memeluk agama (Kaum Atheis) yang sekarang mulai meningkat, mereka tetap memiliki landasan normatif untuk meninggalkannya, yaitu hati nurani. Sebab orang yang berperasaan pasti tidak akan tega menyaksikan ketimpangan sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh riba. Disatu sisi ada pihak yang hanya duduk santai sambil menunggu pembayaran bunga riba, sementara di sisi lain ada pihak yang harus bekerja keras dan membanting tulang demi melunasi hutang yang sejatinya tidak seberapa. Orang yang memiliki hati nurani pasti miris saat melihat derita orang-orang yang terjerat riba. Allah SWT adalah Tuhan yang maha tahu lagi Maha Bijaksana. Dia mengetahui bahwa makhluk-Nya yang bernama manusia memiliki kecenderungan menumpuk harta, dan kalau bisa tanpa harus bersusah payah bekerja. Suatu kecenderungan yang sangat rentan terhadap praktik riba. Akan tetapi, dia juga Maha Bijaksana, sehingga dia menghamparkan berbagai cara agar manusia bisa mendapatkan harta. Oleh sebab itu setelah mengharamkan riba, Allah SWT. dengan tegas menghalalkan Jual-beli. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2):275. .....وأحل الله البيع وحرم الربوا..... Secara luas ayat ini bisa kita tafsirkan sebagai anjuran untuk berbisnis (berjual-beli) dalam upaya untuk mendapatkan harta yang berlimpah sebagai ganti dari praktik riba. Sebab dalam berbisnis orang juga bisa meraih keuntungan yang berlipat ganda dari barang yang ditransaksikan. Sebagai sarana yang diridhai Allah SWT, kita harus yakin bahwa berbisnis pasti memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan membungakan harta. Di samping itu, sebagai sarana mencari nafkah yang dibenarkan agama, harta yang dihasilkan dari perniagaan pasti membawa berkah dan menenteramkan jiwa, dibandingkan dengan harta yang didapat dari cara yang tidak halal. Namun ironisnya, walaupun Islam telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba akan tetapi sampai saat ini masih ada yang mempraktikannya. Kasus tersebut dapat kita jumpai di masyarakat Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung yang mayoritas profesi dari mereka adalah petani tembakau. Salah satu kasus yang menarik dalam kehidupan masyarakat Desa Cemoro adalah praktik ngelimolasi yang dilakukan oleh para petani tembakau dengan tengkulak. Praktik ngelimolasi ini merupakan suatu bentuk kegiatan ekonomi, yang berbasis pinjam meminjam uang antara petani tembakau dengan tengkulak. Dengan praktik inilah mereka (para petani tembakau) bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat konsumtif, dimana dipergunakan untuk modal menanam tembakau dan biaya perawatan serta memenuhi kebutuhan hidup seperti biaya anak sekolah, berobat, dan barang-barang penunjang lainnya baik kebutuhan primer maupun sekunder. Hal inilah yang menimbulkan adanya timbal balik antara petani tembakau dengan tengkulak. Dengan praktik ini mereka (petani tembakau) bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan begitu juga dengan tengkulak yang memberikan pinjaman uang bisa mendapatkan tambahan uang yang dipinjamkan tadi. Sebenarnya tidah hanya di Desa Cemoro saja yang melakukan praktik ngelimolasi, di Desa lain di Kecamatan Wonoboyo ada juga yang melakukan praktek tersebut. Namun menurut pengamatan yang penyusun lakukan tidak sepesat perkembangannya seperti yang ada di Desa Cemoro, dan juga Desa Cemoro dapat dikatakan sebagai transeter dari Desa-desa lain. Adapun mekanisme dari praktik ngelimolasi ini yaitu para petani tembakau yang akan melakukan pinjaman mendatangi tengkulak (pemberi Pinjaman) untuk meminjam uang dengan jumlah tertentu, sedangkan tengkulak memberikan pinjaman uang kepada petani tembakau tersebut sesuai dengan keinginan mereka. Namun dalam praktik kali ini mereka (para petani tembakau) dalam pengembaliannya harus membayar bunga sebesar 50% dari jumlah yang dipinjam. Praktik ngelimolasi dianggap sebagai sesuatu yang lazim dan syah dan sulit untuk dihindari atau dihilangkan dari kehidupan masyarakat Desa Cemoro karena praktik tersebut dipandang sebagai satu-satunya jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup para petani dan keluarganya. Di sinilah peran hukum Islam dibutuhkan untuk memberikan solusi terbaik yang dapat diterima oleh masyarakat dengan memberikan pemahaman secara komprehensif dan melalui berbagai metode dalam penetapan hukum yang akan bermuara pada tercapainya kemaslahatan dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi kesatuan dan kerja sama ummat menuju adanya pertumbuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan. Berpijak pada pemikiran di atas dan belum adanya pembahasan secara khusus dan komprehensif terhadap praktik ngelimolasi di Desa Cemoro tersebut, dengan menggunakan pendekatan Sosiologi Hukum Islam, maka penulis tergerak untuk melakukan penelitian dengan judul “TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK ‘NGELIMOLASI’ ANTARA PETANI TEMBAKAU DAN TENGKULAK (Studi Kasus Di Desa Cemoro Kecamatan Wonoboyo Kabupaten Temanggung)”. B. Pokok Masalah Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka pokok permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola praktik pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung? 2. Mengapa praktik pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi bisa bertahan di Desa cemoro Kec. Wonoboyo Kab.Temanggung? 3. Bagaimanakah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam terhadap praktik pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo kab. Temanggung? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berangkat dari latar belakang dan pokok masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan dan kegunaan sebagai berikut: a. Tujuan 1. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang melatar belakangi pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo kab. Temanggung. 2. Mendiskripsikan praktik pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo kab. Temanggung. 3. Menjelaskan pandangan Sosiologi Hukum Islam terhadap praktik pinjam meminjam uang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo kab. Temanggung. b. Kegunaan 1. Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian bagi perkembangan Islam dalam rangka memperkaya khazanah penelitian lapangan, khususnya yang berkaitan dengan pemberian pinjaman atau hutang-piutang uang. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memberikan masukan serta pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait khususnya masyarakat di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo kab. Temanggung. D. Telaah Pustaka Oleh karena penelitian ini merupakan studi kasus, maka berdasarkan penelusuran penelitian belum ada orang yang meneliti atau buku-buku yang secara khusus dan terperinci membahas tentang praktik hutang-piutang sistem ngelimolasi seperti yang telah dipraktikkan oleh masyarakat Desa Cemoro. Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini untuk di jadikan rujukan dan bahan pertimbangan. Di antaranya skripsi dari Adi Wibowo tentang “Tinjaun Hukum Islam Terhadap Praktik Pinjam-Meminjam Uang di Desa Nglorog Kec. Sragen Kab. Sragen.” Skripsi ini membahas tentang pinjam meminjam uang atau hutang piutang dengan adanya potongan dan tambahan yang terjadi di Desa Nglorog Kec. Sragen Kab. Sragen, dari hasil penelitian ini di peroleh kesimpulan bahwa rukun dan syarat al-qard telah di penuhi, maka praktik hutang piutang ini sudah sah menurut hukum Islam. Skripsi dari Heri Kusbandiyah tentang “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Dalam Jual Beli Cek di desa purwogondo Kec. Kalinyamatan Kab. Jepara” skripsi ini membahas tentang jual beli cek. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa jual beli cek di desa Purwogondo Kec. Kalinyamatan Kab. Jepara termasuk jual beli Al-Wadi’ah. Skripsi dari chumaidatul Umamah tentang “Pinjaman Bersyarat Dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di dusun Tegal Sari, Desa Kawunganten Lor, Kab. Cilacap)” menjelaskan bahwa si kreditur meminjamkan uang kepada debitur dengan syarat bahwa hasil pertanian dari si debitur harus di jualkan kepada si kreditur hingga hutang si debitur lunas. Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dalam kegiatan peminjaman bersyarat ini lebih bersifat tolong menolong dan kedua belah pihak juga saling diuntungkan. Buku fiqih Riba; studi komprehensif tentang riba sejak zaman klasik hingga modern karya ‘abdul ‘azhim jalal abu zaid, Buku ini membahas tentang riba secara tuntas sampai ke akar-akarnya. Dari sejarah perkembangannya yang paling sederhana dan dipraktikkan oleh masyarakat klasik, hingga yang paling aktual dan dipraktikkan oleh masyarakat modern. Semua jenis transaksi yang mengandung riba, diulas secara detail dan mendalam lengkap dengan dalil-dalil dari Al-qur’an, as-sunnah, dan pendapat para ulama besar. Dari telaah penyusun, penelitian-penilitian yang sebelumnya belum ada yang membahas tentang masalah pinjam meminjam seperti yang telah di praktikkan pada akad ngelimolasi. Oleh karena itu, penyusun memandang perlu untuk mengkaji akad ngelimolasi ini dengan menggunakan tinjauan Sosiologi Hukum Islam. E. Kerangka Teoritik Agar penyusunan skripsi ini terarah dengan baik, maka penyusun akan kemukakan kerangka teoritiknya terlebih dahulu. Hutang Piutang merupakan sebuah transaksi yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Transaksi ini semakin tak terhindarkan seiring dengan kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat. Hutang piutang merupakan sebuah aqad yang bertujuan untuk menolong dan meringankan beban orang lain yang mengalami kesulitan. Maka untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat, manusia tidak dapat terlepas dari bantuan orang lain. Dalam hal bermuamalat ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh seseorang untuk saling tolong menolong dan membantu untuk meringankan beban seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana Firman Allah Swt. dalam surat Al Maidah (5) : 2. .....وتعاونواعلي البروالتقوي . ولاتعاونواعلي الاثم والعدوان . واتقواالله . ان الله شديدالعقاب Pengertian hutang piutang menurut syara’ adalah akad untuk memberikan sesuatu sejumlah uang dari seseoramg kepada orang lain dengan pengembalian dikemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Hutang piutang adalah muamalat yang dibolehkan seperti pinjam meminjam, karena hal itu merupakan salah satu bentuk perbuatan tolong menolong sesama manusia. Meskipun diperbolehkan, seseorang yang melaksanakan muamalat hutang piutang harus berhati-hati karena hutang bisa mengantarkan seseorang masuk ke surga, dan sebaliknya juga dapat menjerumuskan seseorang masuk ke dalam neraka. Dasar hukum dalam hutang piutang sama dengan pinjam meminjam yakni sunah. Namun, hutang piutang bisa berubah menjadi haram apabila digunakan untuk tujuan maksiat. Dalam muamalat hutang piutang, pembayaran hutang tidak boleh melebihi jumlah pinjaman karena apabila hal ini terjadi, maka selisih pembayaran dan pinjaman dan pengembaliannya termasuk riba. Seperti apa yang telah di kemukakan pada latar belakang masalah di atas, bahwa dalam pelaksanaan praktik ngelimolasi yang ada di Desa Comoro dalam pengembalian hutang terdapat penambahan 50%. Riba secara bahasa berarti ziyadah (tambahan) , dalam istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda, maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu mengembalikan uang pinjaman itu. Sedangkan pengertian riba dalam istilah fuqaha (para ahli fiqh) adalah penambahan pada salah satu dari dua barang sejenis yang dipertukarkan tanpa ada ganti atas tambahan tadi. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah 2:278-279. ياأيهاالذين أمنوااتقواالله وذروامابقي من الربوا إن كنتم موْمنين . فإ ن لم تفعلوافأ ذنوابحرب من الله ورسوله . وإن تبتم فلكم رءوس أموالكم . لاتظلمون ولاتظلمون Inilah ketentuan kitab allah yang mengharamkan riba dengan keras dan melarangnya dengan nada yang dapat menggetarkan orang-orang yang beriman pada tuhannya dan takut akan siksa-Nya. Larangan apakah yang lebih keras dari (peringatan) Allah bahwa para pelaku riba itu berarti keluar untuk memerangi Allah dan Rasul-NYA. Tidak ragu lagi berarti ia menyerahkan diri untuk binasa dan merugi. Dalam menjaga dan memelihara harta, Islam mensyariatkan haramnya pencurian, penipuan, merusak harta orang lain, dan memakan harta secara bathil (Riba). Pada prinsipnya, Islam membolehkan segala bentuk kerjasama, selama kerjasama tersebut mendatangkan manfaat terhadap dirinya maupun masyarakat. Penerapan hukum Islam dalam segala aspek kehidupan merupakan upaya pemahaman terhadap agama itu sendiri. Hukum Islam (fikih syari’ah) tidak saja berfungsi sebagai nilai-nilai normatif, tetapi secara teoritis berkaitan dengan segenap aspek kehidupan dan merupakan satu-satunya pranata sosial dalam Islam yang dapat memberikan legitimasi terhadap perubahan-perubahan yang dikehendaki dalam penyelarasan antara ajaran Islam dan dinamika sosial. Aspek kehidupan sosial masyarakat yang senantiasa dinamis dipengaruhi oleh waktu dan tempat sangat diperhatikan oleh Islam, yaitu dengan mengangkat sebagai salah satu dasar pembentukan hukum Islam itu sendiri. Sejalan dengan sosiologi hukum sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat serta telah menjadi kebiasaan dikalangan mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dikenal dengan al-‘urf dan dapat dijadikan dalil dalam penerapan sebuah hukum Islam. Kaidah hukum Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana kaidah fiqh yang berbunyi: العادة محكمة Yang berarti bahwa adat kebiasaan (‘urf) itu dapat di jadikan sebagai sumber hukum. Akan tetapi adat kebiasaan (‘urf) yang tidak bertentangan dengan dalil atau syara’ atau hukum Islam itu sendiri. Dalam hal ini adat kebiasaan (‘urf) ada dua macam, yaitu: 1. ‘Urf Shahih (kebiasaan yang baik), yakni kebiasaan yang dipelihara oleh masyarakat dan tidak bertentangan terhadap dalil Hukum Islam, tidak menghalalkan barang haram, tidak menghindari kewajiban, dan adat kebiasaan (‘urf) yang seperti ini bisa dijadikan sebagai sumber hukum Islam. 2. ‘Urf Fasid (kebiasaan yang rusak), yakni adat kebiasaan (‘urf ) yang mengandung nilai-nilai buruk atau jahat . seperti minum-minuman keras, bermain judi, berkelahi, mencuri, mencuri, berbohong, menipu, dan kebiasaan buruk sejenisnya. Adat kebiasaan (‘urf) yang seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam. Selain itu, menurut Amir Syarifuddin ada empat syarat utama yang harus dipenuhi agar suatu adat kebiasaan (‘urf) dapat dijadikan sebagai landasan hukum. Diantaranya adalah: 1. Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat. 2. Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang berada di lingkungan adat atau di kalangan sebagian warganya. 3. Adat atau ‘urf itu telah ada pada saat itu, bukan ‘urf yang muncul kemudian. 4. Adat atau ‘urf itu tidak bertentangan dengan prinsip yang pasti. Adat atau ‘urf yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum hutang piutang salah satunya adalah harus bernilai maslahat bagi masyarakat dan dapat diterima oleh akal.pengertian maslahat itu sendiri adalah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuan syara’. Adapun tujuan syara’ yang harus dipelihara menurus Al-Ghazali terdiri dari lima aspek, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Seorang sosiolog hukum Soerjono Soekanto berpendapat bahwa sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Sedangkan hukum Islam (Syari’ah dan fiqh) tidak saja berfungsi sebagai hukum sekular, tetapi juga berfungsi sebagai nilai-nilai normatif. Berdasarkan asumsi itu, maka hukum Islam berfungsi ganda. Sebagai hukum, ia berusaha mengatur tingkah laku manusia (umat Islam) sesuai dengan citra Islam. Sebagai norma ia memberikan legitimasi ataupun larangan-larangan tertentu dengan konteks spiritual. Fungsi ganda ini memberikan ciri spesifik hukum Islam bila ditinjau dari sudut sosiologi hukum. Dengan menggunakan perspektif sosiologi hukum, maka diharapkan penelitian ini dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai fungsi hukum sebagai pengendali sosial masyarakat dan bagaimana keberadaannya, dan diharapkan pula penelitian ini mampu menganalisis tentang keberlakuan masalah praktik ngelimolasi yang masih bertahan sampai saat ini dan seakan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung. F. Metode Penelitian Adapun metode dalam suatu penelitian mempunyai posisi yang sangat penting, sebab metode merupakan cara yang digunakan agar kegiatan penelitian bisa terlaksana secara terarah dan rasional untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk memperoleh data dan fakta dalam penyusunan skripsi ini, penyusun menggunakan beberapa langkah: 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah jenis penelitian lapangan (Field Reseach). Penulis melakukan penelitian langsung terhadap warga masyarakat yang melakukan praktik ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung. 2. Sifat penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu dengan cara mendiskripsikan fakta-fakta yang terjadi di lapangan (Masyarakat Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung), kemudian menganalisa berdasarkan data yang ada dari hasil penelitian tersebut sesuai dengan perspektif Sosiologi Hukum Islam. 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Hukum. Sosiologi Hukum membahas pengaruh timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Perubahan hukum dapat mempengaruhi masyarakat, dan sebaliknya perubahan masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan hukum. Kemudian pendekatan tersebut dikaitkan dengan pendekatan normatif yang di sini berfungsi sebagai bahan komparasi dan evaluasi praktik ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung yang akan di kaji sesuai dengan konsep Sosiologi Hukum Islam. 4. Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang di gunakan adalah: a. Interview (wawancara), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaan kepada responden. Dalam hal ini penyusun melakukan wawancara terhadap para pelaku dan pihak-pihak terkait yang terlibat dalam pelaksanaan praktik ngelimolasi ini. Untuk memperoleh data-data dan fakta-fakta yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka penyusun akan mewawancarai 4 tengkulak, 10 petani tembakau, serta tokoh masyarakat (kepala desa), dan ulama setempat. b. Kepustakaan, yaitu peneliti menelaah buku-buku, kitab-kitab, artikel-artikel, serta karya ilmiah yang ada kaitannya dengan penelitian, yang mana digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyelesaikan persolan-persolan yang peneliti angkat. 5. Analisa Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian akan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif, yaitu dengan cara menganalisis data tanpa mempergunakan perhitungan angka-angka melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan dengan objek penelitian. Dengan metode berfikir deduktif, yaitu berangkat dari pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak pada pengetahuan yang umum hendak menilai suatu kejadian yang khusus. G. Sistematika Pembahasan Untuk memberikan gambaran secara umum dan memberi kemudahan bagi pembaca maka penulis mencoba menguraikan secara sistematis yang terdiri dari lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang terperinci sebagai berikut: Bab pertama, adalah berisi tentang pendahuluan untuk mengantarkan skripsi secara keseluruhan. Bab ini terdiri dari tujuh sub bab, yaitu: pertama, latar belakang masalah, untuk menjelaskan faktor-faktor yang menjadi dasar atau mendukung timbulnya masalah yang diteliti. Kedua, pokok masalah, yang dirumuskan secara spesifik tentang ruang lingkup masalah yang diteliti. Ketiga, tujuan dan kegunaan penelitian, agar memiliki arang yang jelas. Keempat, telaah pustaka, sebagai tinjauan ulang atas karya-karya yang sudah ada dan berhubungan dengan skripsi ini serta menjelaskan bahwa skripsi ini belum ada yang membahas sebelumnya. Kelima, kerangka teoritik, sebagai landasan, cara pandang dan pemandu dalam penelitian. Keenam, metode penelitian, sebagai langkah-langkah yang ditempuh dalam mengumpulkan data dan menganalisa data. Ketujuh, sistematika pembahasan, untuk menerangkan alur pembahasan yang diteliti. Bab kedua, berisi tentang tinjauan umum hutang-piutang, yaitu terdiri dari pengertian dan dasar hukum, akad, rukun, syarat dan macam-macam hutang-piutang, pengertian Riba dan macam-macamnya, Riba dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis, ‘Urf dan maslahat serta hutang piutang di tinjau dari Sosiologi Hukum Islam. Bab ketiga, membahas tentang gambaran umum tentang objek penelitian dimana bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang tempat yang dijadikan sebagai objek penelitian, yang meliputi diskripsi tempat praktik hutang piutang sistem ngelimolasi, kehidupan sosial dan keagamaan, praktik hutang piutang tersebut dan tanggapan dari penghutang. Bab keempat, merupakan analisis sosiologi hukum Islam terhadap praktik hutang piutang sistem ngelimolasi di Kab. Temanggung. Apakah dalam praktik ini terdapat unsur zulm (aniaya) atau tidak, serta tinjauan Sosiologi Hukum Islam terhadap temuan dari praktik hutang piutang sistem ngelimolasi di Desa Cemoro Kec. Wonoboyo Kab. Temanggung. Sehingga muncul suatu teori baru tentang adanya tambahan dalam praktik ngelimolasi tersebut. Bab kelima, penutup yang berupa kesimpulan dari pembahasan penelitian dan saran-saran, dimana kesimpulan tersebut merupakan suatu jawaban dari pokok permasalahan.